Hellboy Pointer Simphony Rimbaku
RSS

Jalan-Jalan Seru "Bislab"

Berbicara tentang destinasi wisata di Maros, tentunya yang terlintas dipikiran beberapa tempat yang lagi boming seperti Rammang-rammang, Leang-leang, dan juga Bantimurung, sedang bagi para petualang ada satu tempat yang sungguh menarik untuk dijelajahi, Sudah tahu tempatnya ? pernah dengar atau malah sudah sering kesana ? Orang-orang menyebutnya  "Bislab"

Bislab adalah singkatan dari Biseang Labboro  terletak di Desa Samangki, Kecamatan Simbang, Kabupaten Maros, Sulawesi Selatan. Tempat ini sangat cocok buat aktivitas petualang  karena dilengkapi dengan kawasan hutan, kawasan sungai, kawasan tebing, dan juga kawasan gua, apalagi keindahan alamnya yang begitu alami. Beberapa organisasi pecinta alam kerap menjadikannya sebagai lokasi pendidikan dasar, atau sekedar camping juga asik di tempat ini.

Matahari sudah mulai tinggi ketika saya dan Mol mampir pada sebuah toko roti di Maros untuk beli bekal persiapan masuk Bislab, setelah selesai membayar dan siap-siap hendak melanjutkan perjalanan tiba-tiba tety, anri, bunga dan tanti muncul, mereka juga hendak membeli bekal padahal kami janjian pada jalan masuk bislab, eee ketemunya disini, saya dan mol menunggu mereka lalu kami jalan beriringan menuju Desa Samangki (Jalan masuk bislab). Kami mulai melewati jalan aspal mulai dari yang macet hingga jalan yang sedikit sepi, lalu melewati beberapa tikungan dan jembatan hingga kurang dari sejam sampailah kami pada jalan masuk bislab yang berlokasi tepat di seberang Maros Waterpark. Satu persatu motor merapat dan parkir di rumah mace, warung tempat biasa kami nongkrong. Saya lalu masuk menyapa mace, yang lain nyusul masuk, kebetulan ada cucunya mace, kami sempat main sebentar sebelum siap-siap masuk ke Bislab.

Bunga bersama cucunya mace
Kami mulai berjalan masuk menyusuri jalan setapak berupa paving block, posisi mol di depan lalu ada bunga, tanti, anri, da tety dibelakangnya, dan saat itu posisiku paling belakang karena masih rempong dengan kamera besar yang dibawah oleh Mol, jadi niatnya kami jalan-jalan sekalian hunting foto. Tak jauh berjalan kami menemukan jembatan pertama, karena momentnya cuma jalan-jalan dan hunting foto tak apalah kami singgah, kecuali jika mendaki, biasanya kami punya target waktu untuk sampai ke tempat camp sebelum gelap jadi tak bisa santai-santai juga.

Jembatan penyebrangan pertama
lalu kami lanjut berjalan melewati jalan setapak hingga beberapa menit nampak didepan sebuah bangunan yang merupakan tempat beristirahat dan juga tempat pembelian karcis masuk, saat itu harga karcis @Rp. 2.500,-/orang (tahun 2015), kami lalu mampir sebentar, lalu menukarkan duit dari dompet dengan 6 lembar karcis sebelum berangkat meninggalkan tempat ini.


Loket pembelian karcis

Setelah safety dengan karcis satu persatu dari kami mulai mengenakan daypack masing-masing lalu kembali berjalan melewati jalan setapak paving block yang mulai berkelok-kelok dan mulai nanjak dengan melewati beberapa anak tangga, setelah cukup jauh berjalan terdengarlah suara aliran air sebagai penanda buatku kalau jembatan besar penyebrangan sudah dekat, saya lalu menaiki beberapa anak tangga untuk sampai dijembatan, diikuti oleh kawan yang lain.  saya jadi teringat perjalanan beberapa tahun lalu saat jembatan besar ini belum ada, saat itu saya dan yang lain berangkat malam dan jembatan kayu yang ada disini sudah hancur, mana arus air sedang deras-derasnya, dan kami harus berjalan dengan sangat hati-hati menggunakan senter sebagai penerangan dan melihat dengan jeli batu-batu besar yang akan kami jadikan pijakan kaki, wuaah jadi melamun aku. Saya lalu menggunakan kamera dari Mol yang talinya kulingkarkan dileherku mengabadikan moment keberadaan kami disini.


Menikmati perjalanan


Mereka lagi apa yaaa

Jalan tangga yang kami lewati



Jembatan besar yang ada di Bislab





Setelah turun dari jembatan kami mulai memasuki kawasan hutan, melewati jalan yang sudah bukan lagi berupa paving block tapi berganti menjadi tanah dan bebatuan, beruntung tidak hujan karena jalan ini akan becek dan licin saat hujan. Kami mulai menyusuri jalan setapak, langkahku sangat pasti karena saat itu saya menggunakan sepatu tracking anri yang hendak ia titipkan di rumah mace, daripada dititip mending aku pakai, ganti dengan sendal gunung yang dititipkan, tapi yang lain juga tetap pede dengan sendalnya karena cuaca sedang bersahabat dan jalanan tak becek dan licin seperti kemarin-kemarin.

Setelah berjalan beberapa meter disebelah kanan nampak gua-gua kecil sedang disebelah kiri nampak sebuah batu besar berbentuk perahu yang merupakan ikon bislab dan konon menyimpan legenda kisah cinta. Dahulu ada Saudagar dari Negeri Cina yang jatuh cinta dan hendak melamar gadis desa Samangki, sayang lamarannya ditolak sehingga saudagar tersebut jadi malu dan menenggelamkan perahunya. Perahu inilah yang berubah jadi batu.

Kawasan Hutan Bislab
Gua - gua yang berada di depan perahu

Kami lalu mampir sejenak pada gua-gua yang dekat dengan batu besar tersebut, didepan gua nampak aliran sungai yang mengalir, sangat menggoda untuk mandi tapi niat kami urungkan karena lokasi tempat ini cukup terbuka, kami berjalan lagi menuju keatas melewati jalan bebatuan yang cukup tajam, lembab dan juga perlahan jalurnya mulai menanjak, lumayan menguras keringat, setelah itu dapat penurunan satu kali lalu nanjak lagi hingga kami sampai pada sebuah tebing yang menjulang tinggi tapi disini sedikit aman karena diatas ada cerukan, hingga tempatnya bisa dijadikan tempat camp, beberapakali saya pernah camp disini bersama teman-teman MV, tak jauh dari tempat ini terdapat sebuah gua dan dibawah tebing juga ada aliran sungai yang tempatnya cukup nyaman, buat istirahat ataupun mandi.

kawasan hutan dengan jalan bebatuan yang mulai menanjak

Jalur yang kami lalui

Pada jalan ini sedikit menurun

Tebing tempat kami istirahat sejenak

Foto bersama


Kami beristirahat sejenak, ambil gambar, setelah keringat hilang, saya berjalan kebawah menuju aliran sungai, teman yang lain ikut dari belakang. Tempat yang sangat nyaman banyak bebatuan sungai disini, airnya jernih, lokasinya cukup tersembunyi, tempatnya betul-betul adem. Satu persatu meletakkan daypack lalu mulai membongkar logistik, makan dan minum, kemudian tergiur untuk mandi meski sebagian dari kami tak bawa pakaian ganti, entah gimana caranya tapi semua tergoda dan akhirnya mandi, huhuu..

Sungai tempat kami bermain

Menikmati suasananya


Acara makan-makan setelah perjalanan panjang



Setelah mandi dan rapi kembali, kami lalu diskusi sambil menikmati cemilan yang tak habis-habis. Waktu menunjukkan pukul 15.00 ketika kami meninggalkan tempat ini, kembali berjalan santai menikmati suasana dan pemandangan sekitar tempat ini. Hingga waktu menunjukkan pukul 16.20 ketika kami tiba kembali di rumah mace.

Perjalanan pulang
wajah-wajah segar sehabis mandi







Tuntas sudah acara jalan-jalan di Bislab, merasakan sensasi alam yang beragam dan luar biasa. Naahh.. buat kawan-kawan yang ingin ke tempat ini mohon tetap jaga kebersihan, sampahnya jangan lupa dibawa pulang, selalu safety dan berhati-hati karena cuaca tak bisa ditebak.

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

Ninivala Danau Elok di Kaki Gunung Binaiya

Apa itu Ninivala ? apa anda pernah mendengar tentangnya ? Ninivala adalah nama sebuah tempat yang sebagian orang menyebutnya danau dan saya baru saja mendengar tentang tempat ini dari Vano anak Pak Bos yang juga teman satu tim dalam pendakian Binaiya nanti, darisitu saya langsung browsing dan caritahu lebih jelas tentang tempat ini.

Ninivala merupakan suatu danau elok yang berada di Desa Piliana, Kecamatan Tehoru, Kabupaten Maluku Tengah, tepatnya di kaki gunung Binaiya. Danau ini disebut juga danau jodoh oleh warga sekitar, dikatakan demikian karena di danau ini ada dua pohon hidup menjulang keatas berdampingan, pohon inilah yang disebut pohon jodoh, konon kabarnya jika kita mandi pada danau ini lalu berdoa atau membayangkan wajah cowok maka kita akan berjodoh sama cowok itu. Wuah wah jadi penasaran dengan danaunya.

Pagi itu Saya, Santi, dan kawan-kawan (Vano, Adhix, Erick, Ephito) tim pendakian Binaiya lagi ngopi di rumah pak bos (ketua tim pendakian) di Tehoru darisini dapat info kalau akan ada tamu dari Balai Penelitian dan Pengembangan Lingkungan Hidup dan Kehutanan Makassar (Tim PLTMH) yang hendak survey di Piliana besok, dan akan diantarkan kesana, saya jadi ingat akan cerita si Vano tentang danau Ninivala, saya langsung bertanya sama pak bos, tempatnya dekat dengan Ninivala yaa pak? Pak Bos senyum dia jawab "iyaa" seraya menjelaskan sedikit tentang air jodoh Ninivala, kami bisa ikut gak pak ? yaaa kali aja ada yang bisa kami bantu selama disana, kataku.  Pak Bos jawab nanti besok baru lihat, karena pak kepala balai dan timnya juga akan turun mengantar, siaap pak kataku. Keesokan harinya kulihat santi yang sedang sholat subuh di kamar, pas depan tempat tidur, karena sedang halangan saya masih berbaring, waktu menunjukkan pukul 05.15 saat saya bangun dan bergegas menuju dapur membantu Santi masak, sarapan buat tamu, setelah itu saya bergegas ke kamar mandi karena tamunya sebentar lagi datang, sesudah mandi saya berpapasan sama Santi, dia berkata lis tolong buat air panas yaa buat tamu sebentar, aku mau mandi dulu, oke san jawabku. Tadi malam pak bos sudah titip pesan sama  Santi kalau kami diperbolehkan ikut karena mereka nanti pake 2 mobil jadi tak ada masalah. Setelah semua  siap, tamunya datang, kami lalu sarapan sama-sama sebelum berangkat.


Foto bersama sebelum berangkat ke Piliana

Pukul 10.00 Kami langsung berangkat menuju Piliana dengan menggunakan mobil dinas pak kepala balai dan mobil mobil dinas pak Lucky melewati jalan aspal dan juga sebuah jembatan terpanjang di Tehoru yang sepertinya masih baru, hingga kurang lebih sejam kami tiba di kantor Balai Taman Nasional Manusela Resort Saunulu. Kami mampir sebentar disini, sekalian menitip satu mobil, jadi kami pakai satu mobil saja ke Piliana, lalu lanjut perjalanan yang sudah tak jauh darisini, kurang lebih 30 menit  sampailah kami pada sebuah Desa yang orang-orang biasa menyebutnya Desa diatas awan karena letaknya yang cukup tinggi berada di ketinggian 1.280 Mdpl membuat hampir setiap hari kawasan ini disapu awan-awan tebal. Selamat datang di Negeri Piliana.. Meski matahari bersinar dengan terik tapi udara segar pegunungan sudah terasa disini, apalagi suguhan pemandangan yang indah begitu alami selama perjalanan  sebelum kami tiba di rumah Bapak Raja, saya sangat menikmatinya.


Perjalanan menuju Piliana
Mobil mengarah ke rumah bapak Raja melewati jalan aspal yang nanjak lalu menurun kemudian datar setelah memasuki negeri Piliana, nampak beberapa rumah disana yang sudah terbilang rapat meski tak serapat rumah-rumah diperkotaan, jaraknya lumayan berdekatan, beberapa rumah diantaranya juga rumah batu meski lebih dominan rumah kayu/semi. Saya segera antri dibelakang teman-teman yang satu persatu turun dari mobil lalu mengikuti langkah mereka berjalan ke arah rumah Bapak Raja, kami dapat sambutan yang baik disini, orang disana mempersilahkan kami masuk, duduk sambil menunggu. Setelah bapak Raja datang kulihat Pak Bos, Bapak kepala Balai dan Tim PLTMH ngobrol mengenai rencana survey mereka, lalu saya mengalihkan pandangan pada sosok pria yang sudah sedikit berumur, berjalan menuju arah rumah bapak Raja, lalu kudengar salah satu dari kami teriak dan memanggilnya pak Sam, Ooo rupanya beliau yang dibilang pak Sam, porter senior pendakian Binaiya, lantas aku teringat titipan sobatku Mol yang berupa jaket diperuntukkan buat pak Sam biar beliau bisa ikut mengantar dalam pendakian nanti, tapi rasanya kurang enak kalau aku menjumpainya sekarang, nanti sajalah kalau sudah ada waktu luang ucapku dalam hati. Tidak lama kemudian tim mulai bergerak, kami belum kebagian tugas saat itu jadi sambil menunggu kami jalan disekitaran desa Piliana, menikmati udara segarnya kebetulan sudah mendung saat itu.


Memasuki Desa Piliana


Perkenalan dengan Pak Sam di rumah Bapak Raja
 
Salah satu aliran sungai di Piliana




Jalan di Philiana
Tim kemudian berkumpul, briefing, lalu kami sama-sama berjalan melewati jalan aspal menuju ke danau, setelah berjalan sekitar 20 menit tibalah kami pada jalan masuk kedanau, sebelah kanan dari Desa Piliana, disini kami harus berjalan turun melewati beberapa anak tangga lalu nampak sebuah bangunan, naah disini tempat berganti pakaian, tak jauh dari sini keliatan meja dan beberapa kursi disebuah tempat yang datar, kami mampir sejenak menikmati pemandangan juga foto bersama.



Fasilitas yang disediakan disekitar danau


Bersama Pak Bos


Foto Bersama Tim
Foto bersama tim

untuk menuju danau kita harus turun lagi melewati beberapa anak tangga, darisini sudah kedengaran suara air yang mengalir yang membuatku semakin penasaran lalu mempercepat langkah. Pada anak tangga terakhir nampaklah air jernih berwarna kebiruan, saya maju lalu jongkok lebih memperhatikan airnya dengan menceburkan tanganku, kulihat dari dalam danau ini muncul gelembung air seperti di akuarium yang tampak mirip didihan air namun airnya dingin dan gelembung itu beruap seolah mengeluarkan asap. Masya Allah.. saya sangat takjub melihatnya dan sempat tergoda untuk mandi tapi karena sedang berhalangan (haid) saya tak berani macam-macam takut mengotori air yang disucikan oleh warga disini, saya cuma bisa menikmatinya sesaat lalu naik kembali, gabung sama kawan-kawan diatas. Rupanya bukan cuma saya yang tergoda dengan kesegaran air ninivala temanku  Santi penasaran dan mengajakku mandi, pak Baim mendengar dan ngomporin kami untuk mandi biar cepat dapat jodoh katanya, sambil menceritakan pengalamannya sebelum menikah sama istrinya, eee.. rupanya bukan cuma pak Baim, yang lain juga mendengar lalu kompak ngomporin kami untuk mandi, Santi sudah kena racun dan dia langsung menarik aku turun, aku ikut saja menemani sampai bawah, santi mandi dan aku duduk diatas batu dengan memainkan kakiku dibawah air sambil memperhatikan gelembung air yang muncul, sungguh luar biasa ciptaan Allah. Rasa ingin mandi berhasil kutepiskan dengan menikmati pemandangan sekitar danau yang begitu alami.



Danau Ninivala


Menikmati segarnya air danau

Saat hendak meninggalkan danau


Selfie diantara danau dan pohon jodoh dibelakang

Setelah puas main air, Santi berjalan kearahku dan berkata "ayo lis diatas kayaknya sudah sunyi" sambil berjalan menuju anak tangga, saya mengikutinya dari belakang dan benar saja diatas sudah sunyi, lalu kami berjalan menuju kearah atas lagi dimana terdapat sebuah bangunan tempat berganti pakaian, santi masuk dan saya teriak, aku tunggu diatas yaa san,.. lalu kutinggalkan tempat itu sambil berjalan menaiki anak tangga didepan.

Bersama bapak Kepala Adat
Diatas tak nampak seorangpun yang ada cuma pak Baim yang tadi juga ikut mandi di danau, kemana yaa mereka pak ? tanyaku, mungkin masih ada yang diurus jawabnya, sudah kita nunggu saja disini, katanya lagi sambil berjalan kearah kursi yang disediakan disekitar tempat ini, sayapun ikut dari belakang dan memilih kursi panjang berlatarkan pemandangan indah dibelakangnya, hembusan angin sepoi-sepoi yang membuat tempat ini semakin nyaman, lalu kulihat Santi yang sudah rapi dan tampak sangat segar karena habis mandi dan berganti pakaian berjalan kearah kami, loh yang lain kemana lis tanyanya? belum lagi sempat kujawab tiba-tiba mobil muncul dan erick turun membawa kantong plastik berisi makanan. Kami lalu makan bersama sebelum lanjut perjalanan panjang menuju rumah Pak Bos.

Segar sekali yang habis mandi disampingku

Foto bersama saat hendak pulang

Setelah selesai makan, kami masih sempat bercanda, foto bareng lalu beranjak meninggalkan tempat ini menuju rumah pak bos yang memakan waktu sekitar satu setengah jam darisini. Hilang sudah rasa penasaranku ternyata danau ini lebih indah dari yang kubayangkan, meski saya tak bisa ikut mandi merasakan kesegaran airnya tapi setidaknya saya masih bisa menikmati keindahannya, berharap sepulang pendakian binaiya nanti masih ada waktu untuk kesana. Apa air ninivala benar manjur buat Santi ? Keesokan harinya kami kembali survey, selama di Piliana banyak yang lirik Santi, bahkan porter terkece di Piliana (Mas Herdi) jadi tergila-gila sama Santi, sampai minta dibelikan tiket untuk ikut ke Jakarta,  apa itu efek dari air jodoh san ? kataku dengan senyum dan sedikit menahan tawa, Santi mengalihkan pandangannya padaku sambil senyum dia jawab ada-ada saja kamu lis, lalu kami tertawa bersama.


Bapak Sam Porter senior Piliana

Porter Senior Piliana


Demikian cerita singkat perjalananku ke Danau Elok Ninivala, Makasih Pak Bos, Pak Kepala Balai dan Tim yang sudah mengikutsertakan kami dalam perjalanan. Naaahh buat kalian yang penasaran dengan air jodoh Ninivala silahkan main, katanya sich lebih asik mandi disini setelah melakukan pendakian gunung binaiya, karena rasa capek dan pegal akan hilang setelah mandi,  tapi saya tidak sempat praktekkan karena sehabis pendakian kami langsung siap-siap balik ke Masohi. Tempat ini masih bersih dan asri mohon tetap jaga kebersihannya dengan tidak membuang sampah sembarangan, biar mata akan selalu segar jika kesini, terimakasih..

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

Keindahan Yang Membuat Penasaran "Pantai Ora"

Sepulang dari pendakian "Binaiya Dalam Rangka Promosi" yang memakan waktu sampai 8 hari perjalanan, kondisi jadi  sedikit berantakan karena kulit yang memerah akibat bermain dibawah teriknya matahari selama di puncak dan diperjalanan, bibirpun seperti sariawan karena dehidrasi, namun ini tak jadi masalah, saya dan mbak santi yang sudah lama mengidamkan pantai Ora sangat senang saat pak bos bilang besok kita (tim) ke Pantai Ora. Badan dan kaki ini langsung hilang rasa pegalnya, wajah yang memerah, bibir yang pecah-pecah sudah tak kupedulikan lagi, yang jelas besok kita ke pantai sorakku dalam hati. Orang bilang kalau ke Binaiya / Pulau Seram tak lengkap jika tak mampir di pantai ini, saya dan mbak santi sudah penasaran, karena kemarin-kemarin kami hanya melihat foto dan mendengar cerita orang, tak sangka kalau kami juga akan menginjakkan kaki di pantai ini.

Dari info yang saya dapat, Pantai Ora terletak di pulau Seram, Kecamatan Seram Utara, Kabupaten Maluku Tengah, Maluku. Pantai ini berlokasi di ujung barat teluk Sawai, berada di sebelah desa Saleman dan desa Sawai ditepi hutan Taman Nasional Manusela. Jarak tempuh dari pelabuhan Amahai ke Desa Saleman sekitar 43 km atau kurang lebih 2,5 jam menyusuri kota Masohi dan wilayah Teon, Nila dan Serua (TNS) . Besok saya akan mulai memperhatikan jalan sesuai info yang saya dapat dari google.

Selamat pagi kota Masohii.. Saya, Mbak Santi, Fitri dan Capung yang tidur sekamar di rumah pak Bos, menyambut pagi dengan sangat bersemangat, setelah sholat subuh langsung antri dikamar mandi juga antri mencuci secara gantian. Sesudah itu kami sedikit santai sambil dengar musik, main sama jeje cucu pak bos, mau bantu yulen masak tapi dapur sudah full dan dia tak butuh bantuan, terpaksa atur-atur packingan dan berharap jemuran cepat kering karena bentar siang kami akan berangkat ke pantai Ora melalui jalur desa Saleman. Setelah makan kamipun langsung berangkat menuju Desa Saleman, hari sudah sangat siang saat kulirik jam pada hp kecilku waktu menunjukkan pukul 12.30. Kami berangkat dari kota Masohi (rumah pak bos) menyusuri jalan aspal lalu melewati liku-liku jalur pegunungan yang indah beberapa kali kami sempat singgah juga dijalan dan waktu sudah menunjukkan pukul 14.30 saat tiba di pelabuhan Desa Saleman, kami disambut udara sejuk dan pemandangan yang indah dengan latar pegunungan disekitar pelabuhan yang sangat menenangkan hati, lebih bersemangat lagi karena ketika tiba disana matahari tertutup awan hingga suasana jadi sangat adem.




Suasana Pelabuhan Saleman saat kami tiba

Saya dan teman-teman sejenak menikmati pemandangan sambil menunggu pak bos yang sedang lobi perahu yang akan kami gunakan untuk menyebrang ke pantai Ora. Setelah urusan perahu beres satu persatu naik ke perahu yang lumayan besar dan bisa memuat kami yang berjumlah 15 orang, kemudian perahu mulai berjalan, saya sangat menikmati suguhan pemandangan selama perjalanan meski perahunya kadang miring kiri dan miring ke kanan karena diterpa ombak tapi itu sudah biasa bagiku, apalagi mereka yang sudah sering main kesini. Setelah 20 menit perjalanan sampailah kami di pantai Ora.


Mulai berjalan menuju perahu


Keseruan kami diatas perahu


Sebuah pantai yang bersih dengan pasir putih dan air yang jernih bak kaca, bebatuan karang nampak dari atas dengan air laut yang berwarna biru kehijauan sangat jernih, terumbu karang dan ikan-ikan yang sedang berenang juga nampak di permukaan membuat mataku tak berkedip sekejab, setelah itu baru memperhatikan sekitaran pantai yang juga indah dengan bangunan cottage berjejer rapi di tepian pantai, latar pegunungan membuat pantai ini jadi lebih adem di sore hari, sayang sekali waktu kami sangat singkat karena sudah sore. Waktu kami cuma 30 menit jadi harus dimanfaatkan sebaik mungkin, berfoto disekitar pantai, sempat juga turun dipantai merasakan airnya tapi tidak sampai mandi.



Pantai indah yang berlatarkan gunung


Latar cottage yang ada di pantai



yang kalem dan yang rock n roll

Ekspresi senang kami
 


Meski kulit gosong disengat panas, kita sich asik aja


30 menit berlalu dan kami sudah dipanggil kembali oleh pemilik perahu, saya cuma sempat main pasir pantai sedikit lalu kembali mengenakan sendal dan berjalan menuju arah perahu bersama mbak Santi dan Adhix tapi saat naik ke perahu tiba-tiba hujan turun dengan sangat derasnya, tanpa basa basi saya langsung berlari masuk kedalam dan ambil posisi duduk yang nyaman disusul oleh teman-teman lainnya, setelah kami lengkap perahu mulai dijalankan, hujan semakin deras, ombakpun mulai kencang, kami basah karena derasnya hujan yang masuk dari samping-samping perahu, dalam hati bergumam "basah juga coba tahu begini saya skalian mandi saja tadi di pantai, huhuu.." Perahu mulai miring kiri dan kanan dengan begitu kencang, sampai salah satu dari kami merasa mual. Setelah air mulai tenang kami sempatkan selfi di perahu dengan senyuman yang menandakan kalau hati kami tetap riang dan gembira.


Suasana di perahu saat Perjalanan pulang

Hujan makin deras ketika kami tiba di pelabuhan Saleman, rasanya tak mungkin kalau kami berdiam di dalam perahu menunggu hujan reda, satu persatu dari kami mulai keluar dan berlari ke arah warung yang cukup jauh dari dermaga, yaa mau tak mau, suka tak suka  kita tetap basah kuyup, sesampai di warung kami masih sempat jajan, ngemil, dan melihat berbagai souvenir yang disediakan disana. Kami mulai meninggalkan Desa Saleman setelah hujan reda dan hari semakin sore, sudah pukul 17.20 waktu itu, dan kami tiba malam di kota Masohi (rumah pak bos) setelah melalui jalur pegunungan yang sudah tak seindah tadi siang, dikarenakan hari yang sudah gelap dan kami sudah tak bisa menikmati keindahannya lagi.

Demikianlah sepenggal kisah perjalanan di pantai Ora, meski masih penasaran dengan berbagai keindahannya saya benar-benar bersyukur bisa main kesini, menikmati berbagai keindahan alam di pulau Seram mulai dari Gunungnya yang Indah dan juga pantainya yang tak kalah indah, Nikmat Tuhan mana lagi yang engkau dustakan, Subhanallah.. Terimakasih buat pak bos yang sudah mewujudkan impian kami dan juga buat tim yang selalu kompak baik di gunung maupun di pantai.


  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

Menggapai Atap Sumatera Part 2

Gunung Kerinci merupakan gunung api tertinggi di Indonesia berada pada garis 10A*45,50’ LS dan 10A*160’ BT,   statusnya masih aktif den...

Popular Posts